Oleh : Abu Abdil Ghany (Majalah Nabila)
Hati tenang, bahagia, dan hilangnya kegundahan adalah
dambaan setiap insan.
Insan yang berakal menurut Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as-Sa’di Rahimahullah dalam bukunya,
al-Wasaailu al-Mufaidah lil Hayatatis Sa’idah
mengetahui bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah
kehidupan yang ia jalani dengan bahagia dan tenang.
Kehidupan ini pendek sekali, lanjut Syaikh AAS-Sa’di,
maka tak sepantasnya memperpendek dengan kesedihan dan
larut dalam kesusahan.
Jika seorang hamba ditimpa musibah atau takut akan
sebuah musibah hendaklah membandingkan antara
nikmat-nikmat yang ia dapatkan, baik dalam urusan
agama atau dunia dengan musibah yang menimpanya.
Dengan membnandingkan akan jelas baginya betapa banyak
nikmat yang dia dapatkan dan tertutupilah musibah yang
menimpanya.
Selanjutnya Syaikh as-Sa’di menyarankan, hendakhnya
juga membandingkan antara kemungkinan bahaya yang akan
menimpanya dengan banyaknya kemungkinan akan dapat
selamat darinya. Jangan sampai kemungkinan yang lemah
dapat mengalahkan kemungkinan-kemungkinan kuat dan
banyak. Dengan demikian, akan hilanglah kesedihan dan
perasaan takutnya.
Juga memperkirakan hal paling besar yang dapat
menimpanya, kemudian menyiapkan mental untuk
menghadapi bila memang terjadi, berusaha mencegah
apa-apa yang masih belum terjadi dan menghilangkan
atau paling tidak meminimalisir musibah yang sudah
terjadi.
Bila Tak Kesampaian
Bila seseorang dihadapkan dengan ketakutan , sakit,
kekurangan atau tidak tercapai keinginannya, hendaklah
dihadapi dengan tenang dan kesiapan mental, bahkan dia
harus siap menghadapikeadaan yang lebih berat
sekalipun, sebab, kesiapan mental dalam menghadapi
musibah akan mengecilkan musibah tersebut dan
menghilangkan bobotnya. Terutama bila dia berusaha
melawan sesuai kemampuan, sehingga dapat memadukan
antara kesiapan mental dan usaha maksimal yang dapat
mengalihkan perhatian dari musibah yang akan dating.
Dan yang lebih penting lagi adalah selalu memperbarui
kekuatan menghadapi musibah disertai dengan tawakkal
dan yakin kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala.
Jika hati bersandar kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala,
bertawakal kepada-Nya, tidak menyerahkan pada
prasangka-prasangka buruk juga tidak dikuasai
khayalan-khayalan negative, yakin serta
sungguh-sungguh berharap atas karunia Allah Subhaanahu
wa Ta’Ala, maka akan terusirlah perasaan sedih dan
hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa.
Akan dicukupkan
Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan
kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan. Banyak rumah
sakit yang penuh dengan pasien yag sakit karena
prasangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan
menyesatkan. Banyak orang yang kuat hatinya tapi masih
terpengaruh dengan hal tersebut, apalagi orang yang
memang kemah hatinya. Dan betapa sering hal tersebut
menyebabkan kedunguan dan kegilaan, kata Syaikh
as-Sa’di. Orang yang sehat dan selamat adalah yang
diselamatkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’Ala dan
diberi-Nya taufik untuk berusaha mendapatkan
faktor-faktor yang bias menguatkan hatinya dan mengusi
kegelisahannya.
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkannya”. (Ath-Thalaq: 3).
Artinya Allah Subhaanahu wa Ta’Ala akan mencukupkan
untuknya semua apa yang dia butuhkan dari urusan agama
dan dunianya.
Maka orang yang bertawakal kepada Allah Subhaanahu wa
Ta’Ala, hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi
prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh
peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal
itu termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan takut
yang tidak beralasan. Dia tahu, Allah Subhaanahu wa
Ta’Ala akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakal
kepada-Nya, dia yakin kepada Allah Subhaanahu wa
Ta’Ala dan tenang karena percaya akan janji-Nya.
Dengan demikian, hilanglah duka dan gelisah. Kesulitan
berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadikegembiraan dan perasaan takut menjadi keimanan.
Diketik ulang oleh : Ummu ‘Umar dari Majalah Nabila
(2004)
*thank's kirimannya ya bi....
2 komentar:
jangan sedih oiii
makanya jgn bersedih dunk ^_*
Posting Komentar